Menolak Pembayaran Tunai Rupiah Bisa Dipidana? Ini Isi UU Mata Uang dan Pengecualiannya
Menolak Pembayaran Tunai Rupiah Bisa Dipidana – Di Indonesia, Rupiah adalah alat pembayaran yang sah. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur kewajiban penggunaan Rupiah dan larangan menolak Rupiah untuk transaksi pembayaran, kecuali ada keraguan atas keasliannya. Isu ini kembali ramai setelah viral gerai Roti O yang disebut hanya menerima pembayaran non-tunai seperti QRIS.

Kenapa Isu “Menolak Uang Tunai” Bisa Jadi Urusan Pidana?
Banyak orang mengira urusan pembayaran itu cuma “kebijakan toko”. Padahal di Indonesia, ada aturan khusus soal mata uang.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ada ketentuan yang secara tegas melarang penolakan Rupiah
ketika Rupiah diserahkan untuk pembayaran atau menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah.
Dalam kutipan aturan yang beredar, Pasal 33 memuat ketentuan sanksi pidana berupa kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000 bagi pihak yang menolak menerima Rupiah (dengan pengecualian tertentu).
Ini yang membuat topik “cashless only” sering menabrak perdebatan hukum, bukan sekadar debat preferensi pembayaran.
Catatan penting (biar tidak tersesat):
Artikel ini menjelaskan isi aturan berdasarkan kutipan yang kamu berikan dan konteks umum yang sering dibahas. Ini bukan nasihat hukum.
Untuk kasus nyata, rujuk dokumen resmi dan/atau konsultasi dengan pihak berwenang atau ahli hukum.
Rupiah Wajib Dipakai di Wilayah Indonesia: Apa Artinya?
Dalam materi yang kamu berikan, disebut Pasal 21 menyatakan Rupiah wajib digunakan untuk:
(1) transaksi yang bertujuan pembayaran, (2) penyelesaian kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang,
dan/atau (3) transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca Juga : Harga Emas Antam Pecah Rekor 23 Desember 2025: 1 Gram Rp2.561.000, Buyback Rp2.420.000
Ini bukan soal “anti-digital”. Ini soal kedaulatan alat pembayaran yang sah.
Pengecualian: Tidak Semua Transaksi Wajib Rupiah
UU yang kamu kutip juga menyebut ada pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah untuk beberapa kategori transaksi, seperti:
transaksi tertentu terkait pelaksanaan APBN, hibah dari/ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan bank dalam bentuk valuta asing,
atau transaksi pembiayaan internasional.
Artinya, aturan ini tidak “membunuh” transaksi global atau kebutuhan valas. Tapi untuk transaksi ritel di dalam negeri, kerangkanya jelas.
Kapan Rupiah Boleh Ditolak?
Poin penting yang sering dilewatkan orang: larangan menolak Rupiah bukan tanpa pengecualian.
Dalam materi yang kamu tulis, ada klausul “kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah”.
Jadi, kalau ada dugaan uang palsu atau uangnya meragukan, penolakan bisa masuk akal secara hukum. Tapi kalau uangnya normal,
lalu ditolak hanya karena “kami cashless”, di situlah masalah mulai muncul.
Dalam konteks UU Mata Uang, fokus utamanya bukan memihak cash atau non-cash. Fokusnya adalah memastikan Rupiah sebagai alat pembayaran sah
tidak dipinggirkan dalam transaksi domestik, kecuali pada pengecualian yang memang diatur.
Konteks Viral: Gerai Roti O dan Pembayaran Non-Tunai
Isu ini mencuat lagi setelah viral video yang memperlihatkan pegawai gerai Roti O menolak pembayaran tunai dari seorang nenek,
dengan alasan gerai hanya menerima pembayaran non-tunai seperti QRIS.
Seorang pria dalam video tersebut memprotes kebijakan itu karena sang nenek jadi tidak bisa bertransaksi.
Setelahnya, manajemen Roti O menyampaikan penjelasan melalui akun Instagram resmi @rotio.indonesia.
Intinya: penggunaan aplikasi dan transaksi non-tunai disebut bertujuan memberi kemudahan, sekaligus menyediakan promo dan diskon.
Mereka juga mengaku melakukan evaluasi internal agar pelayanan ke depan lebih baik.
Analisis Praktis: “Cashless Only” Itu Efisien, Tapi Bisa Berisiko
Dari sisi bisnis, cashless memang menggoda: lebih cepat, lebih rapi, mengurangi risiko uang palsu, meminimalkan selisih kas, dan memudahkan pelacakan transaksi.
Masalahnya, Indonesia bukan hanya milik orang yang punya e-wallet dan sinyal stabil.
Ada kelompok pelanggan yang masih bergantung pada uang tunai: lansia, masyarakat yang belum terbiasa aplikasi, atau pelanggan yang sedang terkendala jaringan.
Di titik itu, kebijakan “cashless only” bukan sekadar “opsi pembayaran”, tapi bisa berubah jadi bentuk eksklusi layanan.
Dan ketika bertabrakan dengan norma hukum yang mewajibkan penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran sah, risikonya naik level.
Kalau Kamu Pemilik Usaha: Apa yang Lebih Aman Dilakukan?
Langkah aman yang biasanya dipilih pelaku usaha (tanpa drama):
1) Tetap sediakan opsi pembayaran tunai Rupiah untuk transaksi ritel di Indonesia.
2) Kalau ingin mendorong cashless, lakukan lewat insentif: promo khusus QRIS, poin loyalti aplikasi, atau diskon terbatas.
3) Latih pegawai menangani uang tunai dengan SOP: cek keaslian, cara menolak bila ragu keaslian, dan alur eskalasi ke supervisor.
4) Pastikan signage jelas: “Kami menerima Rupiah tunai dan non-tunai. Promo khusus tersedia untuk transaksi QRIS.”
5) Jika kamu memang ingin pembatasan (misal karena operasional), konsultasikan redaksi kebijakannya agar tidak terlihat sebagai “menolak Rupiah”.
Kalau Kamu Konsumen: Apa yang Bisa Dilakukan Saat Ditolak?
Jangan langsung meledak seperti netizen yang hidupnya kurang hobi. Mulai dari yang paling efektif:
minta bicara dengan supervisor, jelaskan bahwa kamu membawa Rupiah tunai yang sah, dan minta solusi transaksi.
Kalau tetap mentok, dokumentasikan dengan sopan (tanpa memancing konflik) dan gunakan kanal pengaduan resmi yang relevan.
FAQ
Apakah menolak pembayaran tunai Rupiah selalu ilegal?
Tidak selalu. Dalam kutipan aturan yang kamu berikan, ada pengecualian jika ada keraguan atas keaslian Rupiah.
Namun, jika Rupiah yang diserahkan sah dan normal, penolakan bisa menimbulkan persoalan hukum menurut UU Mata Uang.
Apakah usaha boleh menerapkan “cashless only”?
Secara operasional banyak usaha ingin cashless, tetapi di Indonesia ada kerangka hukum yang menempatkan Rupiah sebagai alat pembayaran sah.
Cara yang lebih aman biasanya bukan menolak tunai, melainkan mendorong non-tunai dengan promo atau insentif.
Transaksi apa saja yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah?
Dalam materi yang kamu berikan, pengecualian meliputi beberapa transaksi seperti terkait APBN, hibah luar negeri, perdagangan internasional,
simpanan bank dalam valuta asing, atau pembiayaan internasional.
Apa hubungannya QRIS dengan kewajiban Rupiah?
QRIS adalah kanal pembayaran non-tunai. Ia bisa digunakan untuk transaksi berdenominasi Rupiah.
Perdebatan muncul bukan karena QRIS-nya, tetapi ketika ada praktik “menolak Rupiah tunai” dalam transaksi ritel domestik.
